Jumat, 01 April 2011

BATU SALURAN KEMIH

1.1 Latar Belakang
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atauinfeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno karena telah ditemukan batu di antara tulang panggul kerangka mummi dari seorang mummi berumur 16 tahun. Mummi ini diperkirakan sekitar 7000 tahun.
Penyakit ini dapat menyerang semua penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Di Indonesia maupun di dunia penyakit batu saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna,. Prevalensi penyakit batu saluran kemih diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Prevalensi batu saluran kemih di Amerika bervariasi tergantung pada ras, jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian batu saluran kemih di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolithiasis, berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks, ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal).
Kemajuan dalam bidang endourologi telah secara drastis mengubah tatalaksana pasien dengan batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka untuk pengangkatan batu. Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde ureteroscopic intrarenal surgery (RIRS), percutaneus nephrolithotomy (PNL), ureteroskopi (URS) dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai teknik mana yang paling efektif.
ESWL merupakan terapi non invasif yang menggunakan gelombang kejut berintensitas tinggi. Gelombang ini dibangkitkan di luar tubuh pasien lalu ditembakkan ke batu ginjal atau ureter. Sejak ESWL diperkenalkan pada tahun 1980-an, teknologi dalam bidang litotripsi gelombang kejut telah sangat berkembang. Kemajuan dalam teknologi ESWL dipusatkan ke arah peningkatan peralatan pencitraan (imaging), pengembangan sumber energi ESWL, pengembangan suatu alat yang dapat berfungsi sebagai litotriptor dan meja tindakan endourologi, serta usaha untuk mengurangi tekanan gelombang kejut sehingga mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan pasien dan memungkinkan prosedur ESWL tanpa mengunakan anestesi.



1.2 Anatomi Traktus Urinarius
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra.

Gambar 1 : Anatomi Sistem Urinaria1

Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di retroperitoneal bagian atas. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut dengan kapsula fibrosa ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Glandula adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fascia gerota, yang berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu juga berfungsi menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastatis tumor ginjal ke organ disekitarnya.2
Secara anatomi ginjal dibagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula. Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron dan dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Darah yang membawa sisa-sisa metabolisme tubuh difiltrasi di glomerulus kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsopsi dan zat-zat sisa hasil metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Urin yang terbentuk dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk dialirkan ke ureter. 2
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara kedalam vena cava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan di salah satu arteri ini, akan berakibat timbulnya iskemia atau nekrosis pada daerah yang dilayaninya. 2

Ureter
Merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli.2
Jika karena suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urin, terjadilah kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter. 3
Terdapat beberapa tempat penyempitan di ureter diantaranya2 :
1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter
2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli
Pembagian ureter secara anatomi perlu diketahui karena berkaitan dengan tatalaksana batu ureter. Ureter dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ureter atas, mulai dari ureteropelvic junction sampai ke tepi atas os ileum, ureter tengah yaitu mulai dari tepi atas os ileum sampai ke tepi atas sacroileal joint dan ureter bawah, mulai dari tepi atas sacroileal joint sampai ke orifisium ureter. Pembagian ureter menjadi tiga bagian ini terutama berkaitan dengan pendekatan bedah untuk mengangkat batu.2,4



Buli - buli
Buli-buli berfungsi menampung urin dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehinggat dapa di palpasi dan perkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivitas pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini meyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi dari sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.2

Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomi uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis posterior. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.2,3

1.3 Definisi
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Dalam bahasa medis disebut Urolithiasis yaitu penyakit yang ditandai oleh pembentukan batu dalam saluran kemih, Kebanyakan batu terbentuk dalam ginjal, dan sering disebut sebagai batu ginjal. Batu yang terbentuk akan menumpuk di dalam saluran ginjal, dan sebagian akan ikut mengalir bersama air kemih ke saluran kencing hingga kandung kemih.
Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak/ staghorn ginjal. Definisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system.

1.4 Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, sriktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.2
Pada kebanyakan penderita batu kemih ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi dan benda asing. Infeksi, stasis dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau disebut sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papilla di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu. Batu idiopatik disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor. Misalnya batu urat pada anak di negara yang sedang berkembang. Faktor yang memegang peran kausal ialah dehidrasi dan gastroenteritis. Faktor ini mengakibatkan oliguria dengan urin yang mengandung kadar tinggi asam urin dan ikatan kimia lain. Faktor lain ialah imobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktor multiple atau paraplegi yang menyebabkan dekalsifikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis, sehingga presipitasi batu mudah terjadi. Pada sebagian kecil penderita batu saluran kemih didapatkan kelainan kausal yang menyebabkan ekskresi berlebihan bahan dasar batu seperti yang terjadi pada hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, artritis urika dan sistinuria.2
Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengalami presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristl yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.2
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut dalam urin, laju aliran urindi dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.2
Labih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan, sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalnya batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa.2
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan at-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang mencegah timbulnya batu. Dikenl beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih, yang mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau Kristal, proses agregasi Kristal, hingga retensi Kristal.2
Ion magnesium dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan ion oksalat, membentuk garam magnesium oksalatsehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsiumuntuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsiu yang akan berikatan dengan oksalat ataupun fosfat akan berkurang. Hal ini menyebabkan Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang.2
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi Kristal. Senyawa ini antara lain adalah: glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Definisi zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu saluran kemih.2


1.5 Etiologi
Etiologi pembentuk batu saluran kemih diduga ada kaitannya dengan gangguan aliran air kemih (urin), gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi yang kronis, kelainan bentuk saluran kemih (bawaan). Lebih dari 80% penyebab batu tak diketahui, dan dianggap bahwa penderita itu tubuhnya mempunyai bakat membentuk batu saluran kemih.4
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.2
1. Faktor instrinsik
 Herediter
 Usia : paling sering pada usia 30-50 tahun
 Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan perempuan

2. Faktor ekstrinsik
 Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai batu saluran kemih.
 Iklim dan temperature.
 Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insidensi batu saluran kemih
 Diet : diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
 Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya terlalu banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.


1.6 Klasifikasi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xhantyn, sistin, silikat, dan senyawa lain. data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.2

Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang dari 70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya batu kalsium adalah :
1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdaat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :
- Hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbs kalsium melalui usus
- Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal
- Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang benyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, di antaranya adalah the, kopi instan, minum soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.

3. Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu/nidud untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urin berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolism endogen.

4. Hipositrauria. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat.oleh karena itu, sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium.
Hipositrauria dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal atau renaltubluar acidosis, sindrom malabsorbsi, atau pemakaian diuretic golongan thiazide dalam jangaka waktu lama.

5. Hipomagnesiuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dlaam urin, magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencagah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab
yang diikuti gangguan malabsorbsi.2


Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi :
CO(NH2)2 + H2O  2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau (Mg NH4 PO4 H2O dan NH4+) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus sp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea.2

Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik di antaranya sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan dan peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.2
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolism endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xhantin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia lain selain manusia dan dalmation, mempunyai enzim urikase yang dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang larut di dalam air. Pada manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium urat. Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan asam urat bebas, sehingga tidak mungkin mengadakan kristalisasi di dalam urin.2
Asam urat relative tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk Kristal asam urat, dan selanjutnya adalah (1) urin yang terlalu asam (pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 L/hari) atau dehidrasi, dan (3) hiperurikosuria atau kadar asam urat yang tinggi.2
Ukuran batu asam urat bervariasi, mulai dari ukuran kecil samapi ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai banyangan filling defect pada seluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papilla ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran banyangan akustik (acoustic shdowing).2
Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi adalah : minum banyak, alkalinisasi urin dengan mempertahankan pH di antara 6,5-7, dan menjaga jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencgah terjadinya hiperurisemia. Setiap pagi pasien dianjurkan untuk memeriksa pH urin dengan kertas nitrazin, dan dijaga supaya produksi urin tidak kurang dari 1500-2000 mL setiap hari. Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, dan jika terjadi hiperurisemia harus diterapi dengan obat-obatan inhibitor xanthin oksidase, yaitu allopurinol.2

Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin, yaitu kelainan dalam absorbs sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat.2

Batu Ginjal dan Batu Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.2
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi keradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.2
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pielonefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gangguan ginjal permanen.2

1.7 Gejala Klinis
Pada tahap awal batu saluran kemih tidak memberikan keluhan yang khas, bahkan pada beberapa penderita tidak ada keluhan sama sekali. Batu sangat berbahaya karena baru dapat diketahui setelah terjadi kerusakan ginjal yang hebat, contohnya adalah batu yang berbentuk tanduk rusa (staghorn). Batu jenis ini mengisi seluruh rongga dalam ginjal dan hampir tidak bergerak sehingga tidak terasa nyeri. Keluhan baru akan timbul setelah terjadi sumbatan (obstruksi), infeksi ataupun kombinasi keduanya.2,4

Keluhan atau gejala gejala yang dapat dikenali antara lain 4:
1. Nyeri:
Sumbatan maupun infeksi akan memberikan gejala nyeri. Sifat dan intensitas nyeri bervariasi dari rasa kemeng sampai kolik. Lokasi dan penjalaran nyeri kolik ini bisa di punggung atau pinggang dan turun ke lipat paha atau pada pinggang menjalar ke perut depan. Keluhan hebat ini bisa hilang timbul sering disertai gejala lain seperti berkeringat, tekanan darah turun sampai syok, pusing, berdebar debar, air kemih berkurang atau bahkan tidak bisa keluar yang disebahkan oleh sumbatan.6
Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sitem kalises ataupun ureter menigkat dalan usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.2
Batu yang terletak distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyiilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.2

2. Kencing Tidak lancar

3. Air kemih berwarna kemerahan :
Air kemih berwarna kemerahan karena tercampur oleh darah dari saluran kemih yang terkena goresan batu yang keras ataupun kerusakan dinding lapisan dalam saluran kemih.4

4. Demam dan atau kedinginan atau menggigil :
Peningkatan suhu tubuh sering diakibatkan oleh infeksi kuman dan kerusakan ginjal, yang mana hal ini dapat merupakan keadaan gawat yang dapat mengancam keselamatan penderita.2
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di beidang urologi. Dalam hali ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dna segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.2
Klinis pasien dengan kolik ginjal biasanya mengeluh nyeri pinggang, muntah dan demam, serta mungkin mempunyai riwayat penyakit batu. Diagnosis klinis haruslah ditunjang oleh pemeriksaan pencitraan yang sesuai. Hal ini akan membantu memutuskan apakah cukup dengan terapi konservatif atau dibutuhkan terapi lain. 2,4
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi. Pemeriksaan rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB) ditambah USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada pasien dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.2,4
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi : 2,4
• Retrograde atau antegrade pyelography
• Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
• Scintigraphy

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai di antara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radiolusen).
IVP bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi- opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pielonefrosis, atau pengkerutan ginjal.
CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan terbaik untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai 100% dan spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di negara-negara maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai abnormalitas di luar saluran kemih. IVP memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 92%. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama dan harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan alergi terhadap kontras. 4

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin. Untuk mengetahui fungsi ginjal, diperiksa kreatinin serum. Pada keadaan demam, sebaiknya diperiksa C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin. Pada keadaan muntah, sebaiknya diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk mencari faktor risiko metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat darah.4
dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks, ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal).4

1.9 Penatalaksanaan
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai :6
a. Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat
b. Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal
c. Adanya infeksi traktus urinarius
d. Risiko pionefrosis atau urosepsis
e. Obstruksi bilateral

Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat, prasarana, sarana dan kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi yang ada. Apa yang dicantumkan dalam pedoman ini sebagai standar, rekomendasi ataupun opsional adalah jika alat, prasarana, sarana dan kemampuan operator memungkinkan untuk melakukan modalitas terapi yang disarankan.6
1. Manajemen Observasi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, mayoritas batu ureter cukup kecil sehingga dapat lewat spontan tanpa menimbulkan keluhan/gejala klinis yang berarti. Untuk batu-batu seperti ini, observasi merupakan pilihan terapi yang terbaik. Pasien diinstruksikan untuk meningkatkan asupan cairan sedikitnya 3 liter/hari, yang bertujuan untuk mempertahankan produksi urin sebanyak 2500 ml/hari. Pasien harus membatasi asupan oksalat dan natrium, juga restriksi protein hewani. Obat – obatan yang digunakan untuk mengatasi kolik sementara sebelum batu lewat mencakup analgesik narkotik dan obat anti inflamasi non steroid.2,4
Dalam pertimbangan awal apakah akan memilih atau menolak intervensi, ukuran dan lokasi batu merupakan faktor utama. Batu dengan lebar ≤ 5 mm di ureter proksimal memiliki kemungkinan 70-80% untuk mengalami pengeluaran spontan dan kemungkinan ini akan lebih besar apabila batu tersebut terletak di ureter distal.4,6
Namun, ukuran mungkin pula bukan merupakan faktor terpenting jika pasien mengalami nyeri yang tak tertahankan. Dalam kasus ini, terapi yang terbaik adalah intervensi, tanpa memperhitungkan ukuran batu. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka ginjal berisiko mengalami pielonefritis dan atau pionefrosis sehingga perlu dilakukan terapi segera, tanpa memperhitungkan ukuran batu.4
Faktor lain adalah derajat penyumbatan. Sebuah contoh yang ekstrim, pasien dengan batu asimtomatik di ureter distal tanpa obstruksi dapat diobservasi selama satu tahun atau lebih sebelum akhirnya batu lewat atau diambil keputusan untuk terapi aktif. Pasien dengan fungsi renal mendekati ambang batas, ginjal soliter, dan ginjal transplantasi tidak dapat bertahan terhadap obstruksi ringan sekalipun.4
Irving, Calleja, Lee et al. melakukan uji klinis terhadap pasien dengan batu ureter unilateral simtomatik, yang direkrut saat datang ke unit gawat darurat dengan keluhan kolik ureter. Kriteria batu yaitu radioopak, telah dipastikan terletak dalam ureter dan diameter ≥ 5mm. Kriteria inklusi untuk pasien adalah fungsi ginjal yang baik (dengan renografi), nyeri terkontrol dengan analgesia oral dan tidak ada tanda sepsis urologik. Posisi batu dikonfirmasi menggunakan urografi kontras. Renogram dengan radioisotop MAG3 dilakukan dalam waktu 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit dan 1 bulan setelah bebas batu. Indikasi untuk intervensi adalah kehilangan fungsi (≥ 5%) ipsilateral, infeksi, nyeri atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Dari 54 pasien yang direkrut (18 batu ureter sepertiga atas, 12 ureter tengah dan 24 sepertiga bawah), terapi konservatif dilakukan pada 18 pasien, namun pada perjalanan, 4 pasien memerlukan intervensi dikarenakan keluhan nyeri. Pasien lain memerlukan intervensi segera karena nyeri (8 pasien), penurunan fungsi ginjal (15), dan penurunan fungsi ginjal disertai infeksi (13). Hasilnya, tidak ada batu >7mm yang keluar tanpa intervensi. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa manajemen konservatif untuk batu berdiameter 5-7 mm adalah aman, dengan syarat dilakukan renografi radioisotop untuk mengidentifikasi ginjal yang memerlukan intervensi.4
Pekerjaan pasien juga dapat menjadi pertimbangan dalam memilih terapi. Misalnya, bila pasien sering melakukan perjalanan jauh atau menghabiskan banyak waktu di negara asing, terapi aktif dapat dipertimbangkan bahkan untuk batu asimtomatik.4

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) telah menjadi metode yang paling sering digunakan dalam tatalaksana aktif batu ureter. ESWL didasarkan pada prinsip bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi akan melepaskan energi ketika melewati area-area yang memiliki kepadatan akustik berbeda. Gelombang kejut yang dibangkitkan di luar tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu menggunakan berbagai teknik geometrik. Gelombang kejut melewati tubuh dan melepaskan energinya saat melewati sebuah batu. Tujuan dari metode ini adalah untuk memecah batu menjadi partikel-partikel yang cukup kecil sehingga dapat melewati ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti.4,6




3. Endourologi
Ureterorenoskopi (URS)
Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara dramatis manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi ultrasonik, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser dan litotripsi pneumatik agar memberikan hasil lebih baik. Pengangkatan batu juga dapat dilakukan dengan ekstraksi keranjang di bawah pengamatan langsung dengan fluoroskopi. Litrotipsi dalah suatu tindakan memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (littriptor) ke dalam buli-buli. Pemecahan batu dikeluarkan dengan evakuator ellik.4,6
Perkembangan dalam bidang serat optik dan sistem irigasi menghasilkan alat baru yaitu ureteroskop semirigid yang lebih kecil. (6,9 sampai 8,5 F). Penemuan miniskop semirigid dan ureteroskop fleksibel membuat kita dapat mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal secara lebih aman. Namun, keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah sempitnya saluran untuk bekerja.4
Saat ini, pilihan alat tergantung dari lokasi batu, komposisi batu dan pengalaman klinikus, serta ketersediaan alat.4,6
Percutaneus Nephrolithotomy (PNL)
Prosedur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu akses perkutan dan pengangkatan batu. Untuk mencapai akses perkutan, urolog atau radiolog memasang kabel penuntun fleksibel berukuran kecil di bawah kontrol fluoroskopi melalui pinggang pasien ke dalam ginjal lalu turun ke ureter. Jika akses sudah diperoleh, saluran dilebarkan sampai ukuran 30 F dan dimasukkan selongsong, lalu nefroskop atau ureteroskop rigid / fleksibel dimasukkan melalui selongsong. Dengan tuntunan fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara utuh atau setelah dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal.4
PNL memiliki keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat, hampir dipastikan batu tersebut dapat dihancurkan. (2) Dengan alat fleksibel, ureter dapat dilihat secara langsung sehingga fragmen kecil dapat diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses cepat, dengan hasil yang dapat diketahui saat itu juga.4
Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5 hari, pasien dapat kembali melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai 2 minggu. Angka transfusi PNL sekitar 2-6%. Angka perawatan kembali, yaitu angka dimana instrumen harus dimasukkan kembali untuk mengangkat batu yang tersisa bervariasi dari 10% sampai 40-50%. Angka bebas batu adalah 75-90%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi perdarahan, infeksi, dan fistula arteri-vena.4
4. Pembedahan Terbuka
Berbagai variasi operasi spesifik dapat dilakukan untuk mengangkat batu ureter. Bergantung pada anatomi dan lokasi batu, ureterolitotomi dapat dilakukan melalui insisi samping, dorsal atau anterior. Saat ini, ureterolitotomi sudah jarang dilakukan, kecuali pada kasus dimana batu berukuran besar atau pasien memiliki kelainan anatomi ginjal atau ureter.2,4,6
Tidak jarang pasien juga menjalani tindakan nefrektomi karen ginjal sudah tidak berfungsi dab berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi menahun.4
Perawatan di rumah sakit berkisar antara 2 sampai 7 hari. Disabilitas pasca operasi berkisar antara 4 sampai 6 minggu.4

Stenting
Stenting bukanlah pilihan utama, namun memegang peranan penting sebagai terapi tambahan pada hampir semua tatalaksana batu ureter. Misalnya, pasien dengan sepsis dan obstruksi membutuhkan drainase internal (menggunakan Double J stent) atau drainase eksternal (menggunakan nefrostomi perkutan). 4
Usaha pencegahan yang bisa dilakukan pada umumnya meliputi empat hal yaitu 4,6:
o Menghindari kekurangan cairan dalam tubuh dengan minum cukup air dan diusahakan air kencing yang dihasilkan sebanyak 2 – 3 liter per hari.
o Diit makanan untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu sesuai dengan jenis batu yang pernah diderita sebelumnya. Aktivitas harian dan olah raga yang cukup. Sebaiknya olah raga yang loncat-loncat atau lari dan dilakukan secara teratur, setiap hari atau minimal tiga kali dalam seminggu
o Minum yang banyak, untuk tempat yang panas seperti Balikpapan dianjurkan untuk minum sebanyak 2,5 sampai 3 liter dalam 24 jam. Urin harus berwarna putih. Bila urin kuning pekat, berarti kurang minum.
o Bila pernah mengidap batu saluran kemih, sebaiknya kontrol teratur karena batu selalu bisa kambuh.

Guidline managemen kegawatdaruratan :9
• Setelah mendiagnosa kolik renal atau ureter, tentukan ada atau tidak adanya infeksi atau obstruksi
• Obstruksi tanpa adanya infeksi pada awalnya bisa diberi dengan analgetik dan pengobatan lainnya untuk memngeluarkan batu. infeksi yang tanpa disertai obtruksi diberi antimikroba. Kemudian dikonsulkan ke urologi.
• Jika tidak terdapat obstruksi maupun infeksi diberi analgetik dengan harapan batu akan keluar spontan pada batu ukuran < 5mm
• Jika terdapat obtruksi dan infeksi merupakan kasus emergensi dan dekompresi kegawatdaruratan dianjurkan.

II. KESIMPULAN

Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atauinfeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Pada kebanyakan penderita batu kemih ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi dan benda asing. Infeksi, stasis dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau disebut sirkulus visiosus.
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan urolithiasis adalah nyeri yang berasal dari peregangan kapsul ginjal atau nyeri kolik karena batu yang terdapat dalam lumen yang menimbulkan nyeri hilang timbul sesuai gerak peristaltik dari ureter, hematuria akibat luka dari gesekan batu yang merusak lumen, dan demam yang merupakan tanda-tanda kegawatdaruratan dari urosepsis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan adalah pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi yang meliputi BNO-IVP, USG, CT-Scan, dan retropielograd pada pasien dengan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi pada pemeriksaan laboratorium.
Untuk penanganan yang komprehensif sangat dibutuhkan pada penderita batu saluran kemih untuk menghindari komorbiditas yang lebih parah dengan melalukan usaha- usaha pencegahan. Penatalaksanaan dapat melalui tindakan observasi gaya hidup pasien yang menjadi faktor predisposisi terjadinya batu, ESWL, endourologi, dan pembedahan terbuka.
Prognosis bagi penderita batu saluran kemih tergantung dari cepatnya kesadaran dari pasien dan tindakan medis yang berkesinambungan untuk mencegah perkembangan pada keadaan yang lebih kompleks.


Daftar Pustaka

1. Anonim. 2010. Anatomi Urinary System. visual.merriam-webster.com. Diakses tanggal 9 Februari.
2. Purnomo, Basuki. B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta.
3. Schwartz, dkk. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
4. HTA Indonesia. 2005. Penggunaan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy pada Batu Saluran Kemih. www.iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih. Hal. 9-8. Diakses tanggal 9 Februari.
5. Anonim. 2009. Batu Ginjal. www.myasti.files.wordpress.com. Diakses tanggal 9 Februari 2010.
6. Anonim. 2010. Batu Saluran Kemih. www. iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih. Diakses tanggal 9 Februari 2010.
7. Anonim. ESWL Mechine. 2010. www.myanasti.files.wordpress.com. Diakses tanggal 9 Februari 2010.
8. Wolf Jr, J Stuart. 2010. Nephrolithiasis : Treatment & Medication. www.emedicine.com. Diakses tanggal 9 Februari 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar