Jumat, 01 April 2011

INTUSUSEPSI

1.1. Latar Belakang
Intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (ke arah oral) ke rongga lumen usus yang lebih distal (ke arah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Invaginasi atau intususepsi merupakan hal yang sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus. Tujuh puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup. Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Invaginasi pada anak dan bayi sering memberikan gejala-gejala klinik klasik berupa nyeri perut yang bersifat serangan (kolik), keluarnya lendir dan darah peranum (currant jelly stool) tanpa faeces dan pada palpasi perut teraba massa tumor seperti pisang (sausage shape mass.
.
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi pada anak dan bayi, selain gejala klinik diperlukan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema selain bertujuan diagnostik juga dapat berperan sebagai terapi. Pada invaginasi anak dan bayi, bila belum terlambat (belum ada dehidrasi, peritonitis, distensi abdomen yang berlebihan), dapat. dilakukan reposisi dengan tekanan hidrostatik barium enema. Bilamana reposisi dengan barium enema tidak berhasil atau dijumpai gejala invaginasi lebih dari 48 jam, peritonitis, distensi abdomen yang berlebihan, invaginasi rekuren, maka tindakan yang diambil adalah reposisi operatif.


2.1. Anatomi Usus Halus
Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, yeyunum dan ileum. Panjang duodenum 26 cm, sedangkan yeyunum dan ileum 6 m, dimana 2/5 bagian adalah yeyunum. Sedangkan panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yeyunum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan-lekukan yeyunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Yeyunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan merah karena lipatan mukosa yang lebih permanen, yaitu plica sircularis lebih besar, lebih banyak dan pada yeyunum lebih berdekatan. Sedangkan pada bagian atas ileum melebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium yeyunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium hanya membentuk satu atau dua arcade dengan cabang-cabangyang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 3 atau 4 atau lebih arcade.
5. Pada uung mesenterium yeyunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang ditemukan di dekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian, sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.



Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :
Perbedaan eksterna :
- Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedangkan colon asenden dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
- Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar.
- Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju fossa iliaka kanan.
- Otot ongitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar (kecuali appendik) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
- Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dinding usus. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
- Dinding usus kecil adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna :
- Mukosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica sircularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
- Mukosa usus halus mempunyai fili sedangkan mukosa usus besar tidak punya.
- Kelompokan jaringan limfoid (Agmemn feyer) ditemukan pada mukosa usus halus, jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

2.2. Definisi
Intususepsi adalah masuknya segmen usus progsimal (ke arah oral) ke rongga lumen usus yang lebih distal (ke arah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi lain invaginasi atau intususepsi yaitu masuknya segmen usus (intusuceptum) ke dalam segmen usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intusuceptum) memasuki usus bagian distal (intususcipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograde. Paling sering masuknya ileum terminal ke colon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain.
Intususepsi merupakan keadaan yang umum terjadi pada anak-anak, dan merupakan kejadian yang jarang pada orang dewasa.

2.3. Insidensi
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi intrauterine. Tujuh puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup. Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Angka kejadian pada anak laki-laki 3 kali lebih besar bila dibandingkan anak perempuan. Seiring dengan pertambahan umur, perbedaan kelamin menjadi bermakna. Pada anak usia lebih dari 4 tahun, rasio insidensi anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 8 : 1.

2.4. Patofisiologi
Penyebab pasti intususepsi belum diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan infeksi pada anak, pengaruh dari perubahan diet, pemberian makanan padat. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95% penyebab tidak diketahui, hanya 5% yang memiliki kelainan pada usus, misalnya divertikulum Meckeli, polip, hemangioma. Dua puluh persen dari kasus intususepsi timbul setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang menimbulkan pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan didorong masuk oleh peristalsis ke dalam usus yang lebih distal dengan mesenterium dari intususeptum ikut terjepit masuk. Hal ini kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena dan limfa yang akan menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah yang tercampur mukus (current jelly stool/red current jelly). Selanjutnya, jika tekanan kongesti melampaui tekanan arteri maka akan terjadi nekrosis.
Baru-baru ini diduga ada hubungan antara rotavirus dan intususepsi, walaupun laporan kasus terjadinya intususepsi selama bayi difaksin sangat kecil. Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis berat pada bayi dan anak usia di bawah 5 tahun di USA. Selama 1 September 1998 sampai 7 Juli 1999, dilaporkan ke VAERS (Vaccine Adverse Event Reporting System) 15 kasus intususepsi pada bayi yang menerima vaksin Rotavirus.
Pada studi Prelisensi, 5 kasus intususepsi terjadi pada 10.054 penerima vaksin dan 1 kasus pada 4.633 kontrol. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan. 3 dari 5 kasus pada anak dengan vaksinasi terjadi selama 6-7 hari setelah divaksinasi Rotavirus
Daerah secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileocoecal, diman ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah dalan caecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik parsial maupun total yang merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera akan menimbulkan komplikasi lanjut.

2.5. Klasifikasi
Intususepsi dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe : enteroenterik, kolokolik, dan enterokolik. Intususepsi enterokolik hanya melibatkan usus halus. Intususepsi kolokolik hanya terjadi pada kolon, sigmoid, dan rektum. Sedangkan intususepsi enterokolik melibatkan kedua usus halus dan kolon, ini adalah tipe yang paling sering terjadi.

2.6. Gejala Klinis
- kebanyakan terjadi pada anak dengan gizi baik
- usia < 1 tahun
- sebagian besar terjadi pada daerah ileosekal
- Crampy abdominal pain (kolik) yang mendadak dan intermiten, disertai dengan tangisan yang tidak dapat dihentikan dan tungkai yang ditarik ke arah perut
- Muntah
- Tinja yang berbentuk seperti jeli kemerahan (current jelly stool/red current jelly)
- Secara bertahap anak akan pucat dan lemas, bisa menjadi dehidrasi, merasa demam, dan perut mengembung.
- Masa abdomen berbentuk seperti sosis pada kuadran kanan atas atau epigastrium tengah
Selain itu, ada gejala-gejala seperi anak menjadi cepat marah, nafas dangkal, mendengkur, konstipasi.

Trias invaginasi :
- Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (craping pain), berlanjut sakit kontinyu
- Muntah warna hijau (cairan lambung)
- Defekasi feses campur lender (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) current jelly stool

2.7. Cara Pemeriksaan/Diagnosis
Anamnesis :
Anamnesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.

Pemeriksaan fisik :
- Obstruksi mekanik ditandai darm steifung dan darm counter
- Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
- Nyeri tekan (+)
- Dance sign (+) sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah akibat masuknya sekum pada kooln asenden
- RT : pseudo portio (+) sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama, lender berdarah (+)
Radiologis :
- Foto abdomen tiga posisi. Tanda obstruksi (+) : distensi, air fluid level, hearing bone (gambaran plica circularis usus)
- Ultrasonografi
- Barium enema (Colon in loop) menunjukkan defek pengisian (filling defect), cupping sign dan letak invaginasi. Barium enema dapat pula digunakan sebagai terapi reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan kejadian dibawah 24 jam. Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara.

2.8. Penatalaksanaan
Pertama kali dibawa ke rumah sakit, bayi kemungkinan mengalami dehidrasi dan memerlukan terapi segera, yaitu :
a. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit (resusitasi dengan cairan fisiologis intravena)
b. Pengosongan lambung dengan pipa nasogastrik (menghilangkan peregangan usus dan muntah)
c. antibiotika
d. Reduksi radiologik bila memungkinkan
e. Reduksi operatif atau reseksi dengan laparatomi eksplorasi

Penatalaksanaan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan:
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilan dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
Syaratnya adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda ransangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk iileum. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan barium enema.
Jika reposisi konservatif tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.
2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dalam keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sistem usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk operasi. Laparatomi dengan insisi transversal interspinal merupakan standar yang ditetapkan di RS. Sardjito. Dilakukan eksplorasi keadaan sampai tampak intussuseptum dan intussusipien, jika tidak ada perforasi dilakukan milking sampai usus bebas dari invaginasi, cek viabilitas usus dan pasase usus sampai distal. Lakukan appendektomi. Jika ada pembesaran limfonodi dilakukan biopsi dan dilakukan pemeriksaan PA. Tindakan selama operasi tergantung pada penemuan keadaan usus, reposisi manual dan milking usus harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan eksteriosasi atau enterostomi.

Komplikasi operasi :
Saat operasi :
- Perdarahan
- Perdarahan saat operasi, umumnya bila menciderai pembuluh darah segera lakukan kontrol perdarahan dengan meligasi pembuluh darah
Pasca operasi :
- Kembung
- Gangguan keseimbangan elektrolit
- Sepsis

Mortalitas
Kurang dari 2%

Perawatan Pascabedah
Dilakukan pengawaan ketat keadaan umum dan tanda vital. Dalam 48 jam setelah operasi anak akan dimonitor, anak akan menggunakan mesin untuk memonitor temperatur, denyut jantung dan respirasi. Setidaknya selama 48 jam pertama, anak tidak bisa makan atau minum agar ususnya istirahat. Anak akan mendapatkan terapi cairan untuk mencegah dehidrasi. Anak juga akan mendapat NGT untuk mengambil cairan dari dalam perut. Saat cairan dari NGT bersih dan jumlah cairan berkurang, anak bisa mulai makan sesuatu

Follow-up
Dengan menilai adakah tanda-tanda kesulitan bernafas, infeksi pernafasan berulang dan apakah terjadi invaginasi berulang.

2.9. Diagnosis Banding

- Obstruksi intestinal lain (volvulus, malrotasi)
- Trauma Abdomen
- Appendisitis Akut
- Hernia
- Gastroenteritis
- Torsi testis
- Perlengketan jaringan
- Volvulus
- Meckel diverticulum
- Perdarahan G 1
- Proses-proses yang menumbuhkan nyeri abdomen

2.10. Prognosis
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan yang diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Kematian dengan terapi sekitar 1-3 %. Jika tanpa terapi, 2-5 hari akan berakibat fatal.

2.11. Komplikasi

Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat, seperti kematian jaringan usus, perforasi usus, infeksi dan kematian


KESIMPULAN DAN SARAN

Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian usus masuk ke bagian usus. Invaginasi merupakan suatu kegawat daruratan medis. Jika tidak diatasi secepatnya. Bisa menyebabkan komplikasi yang berat seperti infeksi bahkan kematian.
Kebanyakan pasien bisa pulih jika dirawat sebelum 24 jam. Kematian dengan terapi sekitar 1-3 %. Jika tanpa terapi, 2-5 hari akan berakibat fatal.
Keluarga khususnya orang tua. Selaku pihak pertama yang mengetahui adanya kelainan pada anak dan tim medis serta paramedis, sebaiknya mengetahui lebih banyak tentang invaginasi dan gejala-gejala yang tampak, serta apa saja yang menyebabkan invaginasi. Sehingga baik orang tua maupun tim medis, paramedis, dapat menentukan tin
dakan yang harus diambil secara cepat dan tepat. Pengambilan tindakan yang cepat dan tepat dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan terapi dan mengurangi kemungkinan komplikasi dan efek fatal yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

A, alpha Fardah, Ranuh, IG. M Reza Gunadi, Sudarmo, Marto Sudarmo. 2008. Intususepsi. www.pediatrik.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
De Jong, Wim, Syamsuhidayat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal. 627-628.
Ein, S. and A. Daneman. 2003. Intussusception, Operative Pediatric Surgery. M. Zicgler, R. Azizkhan and T. Weber. New York, Mc Graw-Hill Professional Page. 647-689.
Ifran, E., B. Lombay, et al. 2000. Intussusception in children. Ultrasonography in the diagnosis and non-operative management. Pediatri Indonesia Volume 40. Hal. 1-7.
Invaginasi. 2005. www.bedahugm.net. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
King, L. 2001. Intussusception. E-Medicine 2 : 7.
Operasi pada Invaginasi Laparatomi-Milking. 2008. bedahumum.wordpress.com. Diunduh tanggal 28 Januari 2010.
Spalding, Shaun C, Evans, Bruce. 2004. Intussusceptions. Diunduh dari www.emedmag.com tanggal 28 Januari 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar